LOYALITAS
KONSUMEN
Menurut beberapa pakar loyalitas
atau kesetiaan konsumen dapat diartikan sebagai suatu sikap konsumen terhadap
penyedia jasa, sementara yang lainnya mendefenisikan loyalitas dari sudut
pandang dari penyedia jasa yaitu sikap sikap penyedia jasa terhadap
konsumennya. Perbedaan defenisi ini disebabkan karena tidak adanya kesatuan
defenisi yang diberikan pada istilah loyalitas. Selain itu juga, tidak adanya
konsensus diantara akademisi maupun praktisi tentang apa yang menyebabkan
konsumen menjadi setia dan bagaimana mengakibatkan sulitnya pengembangan
loyalitas konsumen. Ada beberapa defenisi kesetiaan yang dikemukakan oleh para
ahli :
a. Defenisi Loyalitas menurut
(Gremler dan Brown, 1997)
Loyalitas
konsumen adalah konsumen yang tidak hanya akan membeli ulang suatu barang dan
jasa tetapi juga mempunyai sikap positif terhadap penyedia jasa, misalnya
dengan merekomendasi orang lain untuk membeli.
b. Defenisi loyalitas menurut
(Kandampully, 1998)
Loyalitas
konsumen adalah suatu sikap dari penyedia jasa dengan memberikan pelayanan
secara baik sehingga konsumen mempunyai komitmen untuk terus membeli barang dan
jasa yang ditawarkan.
Loyalitas konsumen
secara umum dapat diartikan kesetiaan seseorang atas sesuatu produk, baik
barang maupun jasa tertentu. Loyalitas konsumen merupakan manifestasi dan kelanjutan
dari kepuasan konsumen dalam menggunkan fasilitas maupun jasa pelayanan yang
deberikan oleh pihak perusahaan, serta untuk tetap menjadi konsumen dari
perusahaan tersebut. loyalitas adalah bukti konsumen yang selalu menjadi
konsumen, yang memiliki kekuatan dan sikap positif atas perusahaan itu.
Kesetiaan konsumen terhadap suatu barang atau jasa merek tertentu tergantung pada
beberapa faktor : besarnya biaya untuk berpindah ke merek barang atau jasa yang
lain, adanya kesamaan mutu, kualitas atau pelayanan dari jenis barang atau jasa
pengganti, adanya resiko perubahan biaya akibat barang atau jasa pengganti dan berubahnya
tingkat kepuasan yang didapat dari merek baru dibanding dengan pengalaman
terhadap merek sebelumnya yang pernah dipakai. Konsumen dalam memenuhi
kebutuhan dan keinginannya, akan membeli produk dengan merek tertentu. Apabila
merek yang dipilih konsumen itu dapat memuaskan kebutuhan dan keiginannya, maka
konsumen akan memiliki suatu ingatan yang dalam terhadap merek tersebut. dalam
keadaan semacam ini kesetiaan konsumen akan mulai timbul dan berkembang. Dan
dalam pembelian yang berikutnya, konsumen tersebut akan memilih produk dengan
merek yang telah memberinya kepuasan, sehingga akan terjadi pembelian yang
berulang-ulang terhadap merek tersebut.
Kesetiaan pelanggan adalah aset yang
bernilai strategik, maka peneliti
perilaku konsumen tertarik untuk mengembangkan dan memformulasikan
konsep beserta pengukurannya. Masalah pokok yang timbul bagi para peneliti adalah
bagaimana mendefinisikan istilah kesetiaan, apakah istilah tersebut dikaitkan
dengan perilaku konsumen ataukah sikap konsumen. Pada awal perkembangannya
kesetiaan pelanggan lebih dikaitkan dengan perilaku. Ini dapat dilihat dari
teori belajar tradisional (Classical dan Instrumental Conditioning) yang
cenderung melihat kesetiaan dari aspek perilaku. konsumen dianggap mempunyai
kesetiaan terhadap suatu merk tertentu jika ia telah membeli merk yang sama
tersebut sebanyak tiga kali berturut-turut. Kendalanya adalah kesulitan dalam
membedakan antara yang benar-benar setia dengan yang palsu meskipun perilakunya
sama.
Hampir sama dengan konsep kesetiaan
dari teori belajar tradisional, Jacoby dan Keyner dalam Dharmesta
(1999)mendefinisikan kesetiaan pelanggan sebagai berikut: “Brand loyalty is
: (1) the biased (i.e. non random), (2) behavioral responses (i.e. purchase),
(3) expressed over time, (4) by some decision making unit, (5) with respect to
one or more alternative brands out of set of such brands and is (6) a function
of psychological (e.i. decision makingevaluative) processes”.
Berdasarkan definisi tersebut, terdapat empat unsur
karakteristik pelanggan,
yaitu
1. Kesetiaan pelanggan dipandang sebagai kejadian non random.
Maksudnya adalah apabila pelanggan mengetahui manfaat dari merk-merk tertentu
dan manfaat ini sesuai dengan kebutuhannya, maka dapat dipastikan ia akan setia
terhadap merk tersebut.
2. Kesetiaan terhadap merk merupakan respon perilaku yang
ditunjukkan sepanjang waktu selama memungkinkan. Respon perilaku ini menggambarkan
adanya komitmen atau keterlibatan
terhadap merk tertentu sepanjang waktu. Dalam hal ini apabila konsumen
memandang merk tersebut memiliki arti
penting bagi dirinya, biasanya jenis produk yang berhubungan dengan konsep
diri, maka kesetiaan akan menjadi lebih kuat.
3. Kesetiaan terhadap merk dikarakteristikkan dengan adanya
proses pengambilan keputusan yang melibatkan alternatif-alternatif merk yang
tersedia. Konsumen memiliki looked set, yaitu merk-merk tertentu yang
turut diperhitungkan berkaitan dengan keputusan pembelian. Dengan demikian
tidak menutup kemungkinan konsumen akan setia terhadap lebih dari satu merk
dalam satu jenis produk.
4. Kesetiaan terhadap merk melibatkan fungsi dari
proses-proses psikologis yang menunjukkan bahwa ketika pelanggan setia terhadap
merk-merk tertentu, pelanggan secara aktif akan memilih merk, terlibat dengan
merk dan mengembangkan sikap positif terhadap merk.
Kini konsep kesetiaan pelanggan yang
dalam perkembangan awalnya lebih menitik beratkan pada aspek perilaku, dikembangkan
lebih luas lagi dengan melibatkan dimensi sikap dan perilaku. Konsep ini
dikembangkan oleh Dick dan Basu (1994)
kesetiaan dipandang sebagai hubungan erat antara sikap relatif dengan perilaku
pembelian ulang. Pandangan yang
mendasarkan hubungan antara sikap perilaku ini amat bermanfaat bagi pemasar. Pertama,
dari segi validitas akan lebih baik, terutama dapat digunakan untuk memprediksi
apakah kesetiaan yang terlihat dari perilaku pembelian ulang terjadi karena
memang sikapnya yang positif (senang) terhadap produk tersebut ataukah hanya
karena situasi tertentu yang memaksanya (spurious loyalty). Kedua,
memungkinkan pemasar melakukan identifikasi terhadap faktor yang dapat menguatkan atau melemahkan konsisten
kesetiaan.
Loyalitas akan berkembang mengikuti
tiga tahap yaitu tahap kognitif, afektif, dan konatif. Konsumen akan loyal lebih dulu pada aspek
kognitifnya, kemudian aspek afektif dan akhirnya pada aspek konatif (Oskamp,
1991 seperti yang dikutip Dharmmesta, 1999).
1. Cognitive
Dalam hal ini unsur-unsur dari aspek
kognitif yang berupa pikiran dan segala proses yang terjadi di dalamnya yang
mencakup accesibility, confidence, centrality dan kejelasan mengenai
sikap terhadap suatu produk akan berpengaruh terhadap kesetiaan pelanggan.
Pelanggan yang dapat mengingat dengan
mudah nama produk dan yakin bahwa produknya sesuai dengan sistem nilai yang
dianutnya akan cenderung lebih bersikap positif dan hal ini penting sekali bagi
terbentuknya kesetiaan pelanggan.
2. Affective
Kondisi emosional (perasaan)
pelanggan yang merupakan komponen dari sikap akan membentuk kesetiaan
pelanggan. Aspek dari perasaan ini meliputi emosi suasana hati dan kepuasaan
yang didapatkan setelah menggunakan produk akan membentuk kesetiaan pelanggan.
3. Conative
Kondisi merupakan kecenderungan yang
ada pada pelanggan untuk melakukan tindakan tertentu. Ada tiga faktor yang
mempengaruhi kecenderungan pelanggan untuk berperilaku yang menunjukkan kesetiaan terhadap suatu merk yaitu
biaya peralihan, harapan dan sunk cost. Selain itu norma- norma sosial
dan faktor situasional turut berpengaruh terhadap kesetiaan pelanggan.
Norma-norma sosial
berisi batasan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan pelanggan yang
berasal dari lingkungan sosialnya (teman, keluarga, tetangga dan lain-lain)
memiliki pengaruh yang kuat dalam pembentukan kesetiaan pelanggan. Seorang
pelanggan dapat dengan tiba-tiba
menghentikan pembelian ulang suatu merk tertentu atau enggan
menyampaikan aspek positif dari merk tertentu karena teman dekatnya kurang
menerima merk tersebut. Sedangkan faktor
situasional yang merupakan kondisi yang relatif sulit dikendalikan oleh pemasar
dalam kondisi
tertentu memiliki
pengaruh yang cukup besar. Konsep
kesetiaan pelanggan yang mengkaitkan antara sikap dan perilaku ini hingga
sekarang dianggap lebih komprehensif dan lebih bermanfaat bagi pemasar. Karena
itu pengukuran mengenai kesetiaan pelanggan sebaiknya menggunakan aspek sikap
dan perilaku sebagai parameternya.
meningkatkan kesetiaan
berkepanjangan diperlukan sebagai suatu hubungan jangka
panjang yang posiitif antara penyedia jasa dan konsumennya.
Menurut Kotler (2001), tahapan peningkatan loyalitas
konsumen dapat dicapai melalui dua tahap:
1. Perusahaan harus mempunyai
kemampuan dalam memberikan kepuasan kepada konsumennya agar konsumen
mendapatkan suatu pengalaman positif, berarti pembelian ulang diprioritaskan
pada penjualan sebelumnya.
2. Perusahaan harus mempunyai cara
untuk mempertahankan hubungan yang lebih jauh dengan konsumennya dengan
menggunakan strategi Forced Loyality (kesetiaan yang dipaksa) supaya konsumen
mau melakukan pembelian ulang.
Menurut Bei dan
Chiao (2001) untuk menekankan kepuasan dan loyalitas konsumen, perilaku
kesetiaan membeli ulang akan menjadi pengukuran yang lebih baik untuk
menghilangkan keraguan atau kebingungan yang memungkinkan. Loyalitas konsumen diukur dengan keinginan
konsumen untuk membeli ulang dan keinginan konsumen untuk merekomendasikan pada
orang lain.
Dengan pengelolaan
dan pemanfaatan yang benar, brand loyalty dapat menjadi
aset strategis bagi perusahaan. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Zeithmal
(2000), bahwa loyalitas berhubungan dengan upaya meningkatkan kekuatan
bersaing, mengurangi biaya penjualan, mengurangi sensitifitas harga,
meningkatkan jumlah produk atau jasa yang dibeli, dan meningkatkan komentar yang baik dari mulut ke mulut.
Secara sederhana Sharp (1997), juga berpendapat bahwa loyalitas membantu jaminan laba
masa yang akan datang.
a)
Pengukuran Loyalitas Konsumen
Menurut Bei dan
Chiao (2001), loyalitas konsumen memperlihatkan perilaku yang diharapkan
sehubungan dengan produk atau jasa. Dua hal yang dipakai untuk mengukur
loyalitas konsumen, antara lain :
a. Tetap loyal melalui pembelian
ulang (saya akan datang lagi ketika saya membutuhkan di waktu yang akan datang)
b. merekomendasikan pada konsumen
lain (saya akan merekomendasikan pada teman dan lain-lain ketika mereka
membutuhkan).
b) Tingkatan Loyalitas Konsumen
Menurut Durianto (2001) ,
tingkatan brand loyalty adalah :
a. Switcher (berpindah-pindah)
Pada tingkatan ini,
merk apapun,mereka anggap memadai serta peranan yang sangat kecil dalam
keputusan pembelian.
b. Habitual buyer (pembeli yang bersifat
biasa)
Pembeli pada tingkat
ini merupakan pembeli yang puas dengan merk produk yang dikonsumsi atau
setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam menggunakan merk
tersebut.
c. Satisfied buyer (pembeli yang
puas dengan biaya peralihan)
Pada tingkat ini,
pembeli merk masuk dalam kategori puas apabila mereka menggunakan merk
tersebut. Meskipun demikian, mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke
merk lain.
d. Likes the brand (menyukai merk)
Pembeli yang masuk
dalam kategori loyalitas ini merupakan pembelian yang sungguh-sungguh menyukai
merk tersebut, kemungkinan disebabkan oleh perceived quality yang tinggi.
e. Commited buyer (pembeli yang
komit)
Pada tahapan ini,
pembeli merupakan pelanggan yang setia bahkan merekomendasikan merk tersebut
kepada pihak lain.
Rebat FBS TERBESAR – Dapatkan pengembalian rebat atau komisi
BalasHapushingga 70% dari setiap transaksi yang anda lakukan baik loss maupun
profit,bergabung sekarang juga dengan kami
trading forex fbsasian.com
-----------------
Kelebihan Broker Forex FBS
1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANL LOKAL
Indonesia dan banyak lagi yang lainya
Buka akun anda di fbsasian.com
-----------------
Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
Tlp : 085364558922
BBM : fbs2009