Rabu, 12 Oktober 2011

DEFINISI KUALITAS


                                                      DEFINISI KUALITAS
Menurut Kotler (1997) kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Berarti bahwa citra kualitas yang baik bukan dilihat dari persepsi pihak perusahaan atau penyedia jasa, melainkan berdasar persepsi para pelanggan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas merupakan perilaku menyeluruh atas keunggulan suatu jasa. Hal ini didukung oleh pendapat Gaze dan Buzzell (1989) serta Band (1989) bahwa yang dimaksud kualitas adalah perceived quality, yaitu perspektif pelanggan.
Krajewski dan Ritzman (1990) membedakan pengertian kualitas menurut pandangan produsen dan konsumen. Menurut pandangan produsen, kualitas adalah kesesuaian terhadap spesifikasi, dalam hal ini produsen memberikan toleransi tertentu yang dispesifikasikan untuk atribut-atribut kritis dari setiap bagian yang dihasilkan. Dari sudut pandang konsumen, kualitas adalah nilai (value), yaitu seberapa baik suatu produk atau jasa menyediakan tujuan yang dimaksudkan dengan tingkat harga yang bersedia dibayar konsumen dalam menilai kualitas. Yang meliputi perangkat keras yang berupa wujud fisik atau peralatan, pendukung produk atau jasa, dan kesan secara psikologis.
Konsistensi kualitas jasa sangat sulit untuk dijaga. Dalam kebanyakan jasa, kualitas terjadi selama proses penyerahan kepada pelanggan, umumnya dalam interaksi dengan pelanggan dan kontak personal dengan perusahaan jasa. Dengan demikian, kualitas jasa memiliki ketergantungan yang tinggi pada kinerja pekerja, sumber organisasional, dimana mereka tidak dapat dikontrol semudah komponen barang diproduksi (Zeithaml dkk, 1998). Sebelum membahas kualitas secara mendalam, terlebih dahulu perlu diketahui tentang pengertian kualitas. Kualitas memiliki banyak definisi untuk hal yang berbeda dan bagi orang yang berbeda. Definisi kualitas menurut para
ahli:
1.      Deming (1992) mendefinisikan kualitas sebagai perbaikan terus-menerus. Ia mendasarkan pada peralatan statistik, dengan proses bottom-up. Deming (1992) tidak memasukkan biaya ketidakpuasan pelanggan, karena menurutnya biaya ini tidak dapat diukur. Strategi Deming adalah dengan melihat proses untuk mengurangi variasi. Perbaikan kualitas akan mengurangi biaya. Ia memiliki kepercayaan yang tinggi pada pemberdayaan pekerja untuk memecahkan masalah, memberikan kepada manajemen peralatan yang tepat.
2.      Menurut Juran dalam Schonberger dan Knod (1997), kualitas adalah fitness for use / kesesuaian penggunaan. Beberapa alat yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah adalah statistical process control (SPC). Ia berorientasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Juran memperkenalkan quality trilogy yang terdiri:
a. Quality planning / perencanaan kualitas Perencanaan kualitas merupakan proses untuk merencanakan kualitas sesuai dengan tujuan. Dalam proses ini pelanggan diidentifikasikan dan produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan dikembangkan.
b. Quality control / kontrol kualitas Kontrol kualitas merupakan proses mencapai tujuan selama operasi. Kontrol kualitas meliputi lima tahap:
a.       menentukan apa yang seharusnya dikontrol
b.      menentukan unit-unit pengukuran
c.       menetapkan standar kinerja
d.      mengukur kinerja
e.       evaluasi dengan membandingkan antara kinerja sebenarnya dengan standar kinerja
c. Quality improvement/perbaikan kualitas, untuk mencapai tingkat  kinerja yang lebih tinggi.
3.      Menurut Taguchi (1987) kualitas adalah loss to society, yang maksudnya adalah apabila terjadi penyimpangan dari target, hal ini merupakan fungsi berkurangnya kualitas. Pada sisi lain, berkurangnya kualitas tersebut akan menimbulkan biaya. Strategi Taguchi (1987) memfokuskan pada peningkatan efisiensi untuk perbaikan dan pertimbangan biaya, khususnya pada industri jasa.
4.      Crosby (1979) mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian dengan persyaratan.ia melakukan pendekatan pada transformasi budaya kualitas. Setiap orang yang ada dalam organisasi dilibatkan dalam proses dengan menekankan pada kesesuaian dengan persyaratan individual. Proses ini berlangsung secara top down. Konsep zero defect atau tingkat kesalahan nol merupakan tujuan dari kualitas. Konsep ini mengarahkan pada tingkat kesalahan produk sekecil mungkin, bahkan sampai tidak terdapat kesalahan.
5.      Kotler (1997) mendefinisikan kualitas sebagai keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang mendukung kemampuan untuk memuaskan kebutuhan.
Definisi ini menekankan pada fokus pelanggan. Tidak satupun definisi dari para ahli kualitas tersebut yang sempurna. Namun dari definisi-definisi yang ada terdapat beberapa persamaan, yakni adanya unsur-unsur sebagai berikut:
a) Kualitas dimaksudkan untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
b) Kualitas meliputi produk, jasa, manusia proses dan lingkungan.
c) Kualitas adalah suatu kondisi dinamis, yang selalu berubah (moving target).
 Dimana dalam hal ini kualitas harus diperbaiki setiap waktu karena produk yang dianggap berkualitas pada saat ini mungkin akan dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang. Dengan berdasarkan unsur-unsur di atas, Goetsch dan Davis (1994) mendefinisikan kualitas yang cakupannya lebih luas, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas pelayanan merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan oleh para manajer perusahaan. Kualitas pelayanan merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan konsumen (Lovelock, 1988). Dalam usaha untuk meningkatkan kualitas perusahaan harus memperhatikan dan meningkatkan komitmen dan kesadaran serta kemampuan para karyawan dan staf, terutama bagi mereka yang berhubungan langsung dengan customer. Meskipun sistem dan teknik kualitas benar, maka kualitas yang baik dan benar jangan diharapkan akan terwujud.
Parasuraman dkk. (1988) dan Kotler (1997) mendefinisikan kualitas layanan sebagai suatu bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat layanan yang diterima (perceived service) dengan tingkat layanan yang diharapkan (expected service). Menurut definisi ini, ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas layanan yaitu, layanan yang diharapkan (expected service) dan layanan yang diterima (perceived service). Harapan pelanggan diyakini berperan dalam menentukan kualitas layanan dan kepuasan pelanggan. Karena adanya harapan pelanggan suatu perusahaan akan berusaha memberikan layanan yang berbeda dibandingkan perusahaan lain dalam rangka memuaskan pelanggannya. Parasuraman dkk. (1988) mendefinisikan harapan sebagai keinginan atau tuntutan konsumen yang seharusnya dipenuhi penyedia jasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi harapan konsumen yaitu:

1.      Komunikasi dari mulut ke mulut (world of mouth). Komunikasi ini merupakan faktor yang cukup potensial, karena konsumen umumnya cenderung untuk mempercayai konsumen lain yang sudah mencoba produk atau jasa tersebut. Pengaruh ini timbul dari apa yang didengar konsumen dari konsumen lain.
2.      Keinginan perseorangan (personal need). Pengaruh ini timbul karena konsumen mengharapkan sesuatu, biasanya dipengaruhi oleh kebutuhan pribadi.
3.      Pengalaman masa lalu (past experiences). Pengalaman pada waktu yang lalu (sebelumnya) berpengaruh terhadap harapan konsumen. Pada umumnya semakin berpengalaman konsumen, semakin rendah harapannya akan keramahan dan kesantunan (kesopanan), tetapi semakin tinggi harapannya terhadap kompetensi dan efektivitas kerja perusahaan.
4.      Komunikasi eksternal. Komunikasi eksternal, misalnya iklan atau selebaran-selebaran memegang peranan penting dalam membentuk harapan konsumen.
Expected service dibagi menjadi dua, yaitu desired service dan adequate service. Desired service adalah layanan yang seharusnya diterima pelanggan, sedangkan adequate service adalah layanan minimum yang akan diterima pelanggan. Daerah antara desired service dan adequate service disebut sebagai daerah toleransi (zone of tolerance). Besarnya daerah toleransi ini berbeda pada setiap orang dan fluktuasinya lebih dipengaruhi oleh tingkat adequate service-nya (Parasuraman, dkk., 1993).
Edvardson et.al., (1994) mendefinisikan kualitas jasa dengan membedakan antara kualitas konsumen (apakah pelayanan jasa yang diberikan sesuai dengan yang dikehendaki pelanggan), kualitas profesional (apakah pelayanan jasa memenuhi kebutuhan konsumen seperti yang didiagnosa oleh para professional), dan kualitas manajemen (apakah jasa yang diberikan tanpa pemborosan dan kesalahan, pada harga rendah, dan memenuhi peraturan-peraturan resmi dan peraturan-peraturan lainnya). Tinggi rendahnya suatu kualitas pelayanan tergantung pada bagaimana penerimaan konsumen akan pelayanan nyata yang diperolehnya sehubungan dengan apa yang mereka harapkan. Dengan kata lain kualitas pelayanan merupakan selisih antara pengharapan konsumen atau keinginan mereka dengan persepsi mereka.
Collier (dalam Gaspersz, 1997) mendefinisikan manajemen kualitas layanan sebagai suatu studi tentang bagaimana bagian pemasaran dan operasional secara bersama melalui teknologi dan orang mampu merencanakan, menciptakan, dan menyerahkan suatu paket yang bermanfaat
bagi pelanggan dan kaitannya dengan layanan mereka. Definisi ini mengindikasikan bahwa perhatian utama manajemen kualitas layanan adalah kepuasan pelanggan. Menurut Collier ada beberapa kriteria yang mencirikan layanan atau jasa sekaligus membedakannya dari barang, yaitu:
1.      Layanan merupakan output tak-berbentuk (intangible output).
2.      Layanan merupakan output variabel, tidak terstandar.
3.      Layanan tidak dapat disimpan dalam inventori, tetapi dapat dikonsumsi dalam produksi.
4.      Terdapat hubungan langsung yang erat dengan pelanggan melalui proses layanan.
5.      Pelanggan berpartisipasi dalam proses memberikan layanan.
6.      Ketrampilan personel diserahkan atau diberikan secara langsung kepada pelanggan.
7.      Layanan tidak dapat diproduksi secara masal.
8.      Membutuhkan pertimbangan pribadi yang sangat tinggi dari individu yang memberikan layanannya.
9.      Perusahaan jasa umumnya bersifat padat karya.
10.  Fasilitas layanan berada dekat lokasi pelanggan.
11.  Pengukuran efektifitas layanan bersifat subyektif.
12.  Pengendalian kualitas terutama dibatasi pada pengendalian proses.
Parasuraman, (1990) mengidentifikasikan lima dimensi kualitas dalam
jasa pelayanan, yaitu:
1.      Tangibles, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, personilnya dan sarana komunikasi.
2.      Reliability, yaitu kemampuan untuk menghasilkan kinerja pelayanan yang dijanjikan secara akurat dan pasti. Hal ini berarti bahwa pelayanan harus tepat waktu dan dalam spesifikasi yang sama, tanpa kesalahan, kapanpun pelayanan tersebut diberikan.
3.      Responsiveness, yaitu bisa menjawab kebutuhan atau bisa diartikan dengan kemauan untuk menolong konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat
4.      Assurance, meliputi pengetahuan dan rasa hormat para karyawan dan kemampuan mereka berarti adanya jaminan tentang kepastian pelayanan yang diberikan.
5.      Empathy, yaitu adanya penjiwaan dan perhatian secara pribadi terhadap konsumen.
Sedangkan Gronroos (1984) memberikan enam dimensi penilaian
kualitas yang baik yaitu:
1.      Profesionalisme dan keahlian (professionalism and skill). Konsumen menyadari bahwa pemberi jasa, karyawan, sistem operasi dan sumber daya fisik mempunyai pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah mereka dengan cara yang profesional (kriteria yang berhubungan dengan hasil).
2.      Sikap dan perilaku (attitude and behavoir). Konsumen merasa bahwa para karyawan memperhatikan mereka dan berkepentingan dalam pemecahan masalah mereka dengan cara spontan dan akrab (kriteria yang berhubungan dengan proses).
Gronroos dalam baker dan Lamb (1993) berpendapat bahwa kualitas pelayanan seperti yang dirasakan oleh para pelanggan mempunyai dua dimensi. Pertama adalah dimensi proses, yakni mengenai cara pelanggan menerima jasa dari perusahaan, dalam hal ini menyangkut apa yang terjadi pada interaksi pembeli-penjual. Kedua dimensi hasil, yaitu mengenai hasil transaksi jasa, menyangkut apa yang pembeli rasakan dalam interaksinya dengan pihak perusahaan pemberi jasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar