DEFINISI KUALITAS
Menurut Kotler
(1997) kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada
persepsi pelanggan. Berarti bahwa citra kualitas yang baik bukan dilihat dari
persepsi pihak perusahaan atau penyedia jasa, melainkan berdasar persepsi para
pelanggan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas merupakan perilaku menyeluruh
atas keunggulan suatu jasa. Hal ini didukung oleh pendapat Gaze dan Buzzell
(1989) serta Band (1989) bahwa yang dimaksud kualitas adalah perceived
quality, yaitu perspektif pelanggan.
Krajewski dan
Ritzman (1990) membedakan pengertian kualitas menurut pandangan produsen dan
konsumen. Menurut pandangan produsen, kualitas adalah kesesuaian terhadap
spesifikasi, dalam hal ini produsen memberikan toleransi tertentu yang
dispesifikasikan untuk atribut-atribut kritis dari setiap bagian yang
dihasilkan. Dari sudut pandang konsumen, kualitas adalah nilai (value),
yaitu seberapa baik suatu produk atau jasa menyediakan tujuan yang dimaksudkan
dengan tingkat harga yang bersedia dibayar konsumen dalam menilai kualitas.
Yang meliputi perangkat keras yang berupa wujud fisik atau peralatan, pendukung
produk atau jasa, dan kesan secara psikologis.
Konsistensi
kualitas jasa sangat sulit untuk dijaga. Dalam kebanyakan jasa, kualitas
terjadi selama proses penyerahan kepada pelanggan, umumnya dalam interaksi
dengan pelanggan dan kontak personal dengan perusahaan jasa. Dengan demikian,
kualitas jasa memiliki ketergantungan yang tinggi pada kinerja pekerja, sumber
organisasional, dimana mereka tidak dapat dikontrol semudah komponen barang
diproduksi (Zeithaml dkk, 1998). Sebelum membahas kualitas secara mendalam,
terlebih dahulu perlu diketahui tentang pengertian kualitas. Kualitas memiliki
banyak definisi untuk hal yang berbeda dan bagi orang yang berbeda. Definisi
kualitas menurut para
ahli:
1.
Deming (1992)
mendefinisikan kualitas sebagai perbaikan terus-menerus. Ia mendasarkan pada
peralatan statistik, dengan proses bottom-up. Deming (1992) tidak
memasukkan biaya ketidakpuasan pelanggan, karena menurutnya biaya ini tidak
dapat diukur. Strategi Deming adalah dengan melihat proses untuk mengurangi
variasi. Perbaikan kualitas akan mengurangi biaya. Ia memiliki kepercayaan yang
tinggi pada pemberdayaan pekerja untuk memecahkan masalah, memberikan kepada manajemen
peralatan yang tepat.
2.
Menurut Juran
dalam Schonberger dan Knod (1997), kualitas adalah fitness for use /
kesesuaian penggunaan. Beberapa alat yang dapat digunakan untuk pemecahan
masalah adalah statistical process control (SPC). Ia berorientasi untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan. Juran memperkenalkan quality trilogy yang
terdiri:
a. Quality planning
/ perencanaan kualitas Perencanaan kualitas merupakan proses untuk
merencanakan kualitas sesuai dengan tujuan. Dalam proses ini pelanggan
diidentifikasikan dan produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan
dikembangkan.
b. Quality control /
kontrol kualitas Kontrol kualitas merupakan proses mencapai tujuan selama
operasi. Kontrol kualitas meliputi lima tahap:
a.
menentukan apa
yang seharusnya dikontrol
b.
menentukan
unit-unit pengukuran
c.
menetapkan
standar kinerja
d.
mengukur
kinerja
e.
evaluasi
dengan membandingkan antara kinerja sebenarnya dengan standar kinerja
c. Quality improvement/perbaikan kualitas, untuk
mencapai tingkat kinerja yang lebih
tinggi.
3.
Menurut
Taguchi (1987) kualitas adalah loss to society, yang maksudnya adalah apabila
terjadi penyimpangan dari target, hal ini merupakan fungsi berkurangnya
kualitas. Pada sisi lain, berkurangnya kualitas tersebut akan menimbulkan
biaya. Strategi Taguchi (1987) memfokuskan pada peningkatan efisiensi untuk
perbaikan dan pertimbangan biaya, khususnya pada industri jasa.
4.
Crosby (1979)
mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian dengan persyaratan.ia melakukan
pendekatan pada transformasi budaya kualitas. Setiap orang yang ada dalam
organisasi dilibatkan dalam proses dengan menekankan pada kesesuaian dengan
persyaratan individual. Proses ini berlangsung secara top down. Konsep zero
defect atau tingkat kesalahan nol merupakan tujuan dari kualitas. Konsep
ini mengarahkan pada tingkat kesalahan produk sekecil mungkin, bahkan sampai
tidak terdapat kesalahan.
5.
Kotler (1997)
mendefinisikan kualitas sebagai keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau
jasa yang mendukung kemampuan untuk memuaskan kebutuhan.
Definisi ini
menekankan pada fokus pelanggan. Tidak satupun definisi dari para ahli kualitas
tersebut yang sempurna. Namun dari definisi-definisi yang ada terdapat beberapa
persamaan, yakni adanya unsur-unsur sebagai berikut:
a) Kualitas
dimaksudkan untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
b) Kualitas meliputi
produk, jasa, manusia proses dan lingkungan.
c) Kualitas adalah
suatu kondisi dinamis, yang selalu berubah (moving target).
Dimana dalam hal ini kualitas harus diperbaiki
setiap waktu karena produk yang dianggap berkualitas pada saat ini mungkin akan
dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang. Dengan berdasarkan unsur-unsur
di atas, Goetsch dan Davis (1994) mendefinisikan kualitas yang cakupannya lebih
luas, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan. Kualitas pelayanan merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan
oleh para manajer perusahaan. Kualitas pelayanan merupakan tingkat keunggulan
yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi
keinginan konsumen (Lovelock, 1988). Dalam usaha untuk meningkatkan kualitas
perusahaan harus memperhatikan dan meningkatkan komitmen dan kesadaran serta
kemampuan para karyawan dan staf, terutama bagi mereka yang berhubungan
langsung dengan customer. Meskipun sistem dan teknik kualitas benar, maka
kualitas yang baik dan benar jangan diharapkan akan terwujud.
Parasuraman dkk.
(1988) dan Kotler (1997) mendefinisikan kualitas layanan sebagai suatu bentuk
penilaian konsumen terhadap tingkat layanan yang diterima (perceived service)
dengan tingkat layanan yang diharapkan (expected service). Menurut
definisi ini, ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas layanan yaitu,
layanan yang diharapkan (expected service) dan layanan yang
diterima (perceived service). Harapan pelanggan diyakini berperan dalam
menentukan kualitas layanan dan kepuasan pelanggan. Karena adanya harapan
pelanggan suatu perusahaan akan berusaha memberikan layanan yang berbeda
dibandingkan perusahaan lain dalam rangka memuaskan pelanggannya. Parasuraman
dkk. (1988) mendefinisikan harapan sebagai keinginan atau tuntutan konsumen yang
seharusnya dipenuhi penyedia jasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi harapan
konsumen yaitu:
1.
Komunikasi
dari mulut ke mulut (world of mouth). Komunikasi ini merupakan faktor
yang cukup potensial, karena konsumen umumnya cenderung untuk mempercayai
konsumen lain yang sudah mencoba produk atau jasa tersebut. Pengaruh ini timbul
dari apa yang didengar konsumen dari konsumen lain.
2.
Keinginan
perseorangan (personal need). Pengaruh ini timbul karena konsumen
mengharapkan sesuatu, biasanya dipengaruhi oleh kebutuhan pribadi.
3.
Pengalaman
masa lalu (past experiences). Pengalaman pada waktu yang lalu
(sebelumnya) berpengaruh terhadap harapan konsumen. Pada umumnya semakin
berpengalaman konsumen, semakin rendah harapannya akan keramahan dan kesantunan
(kesopanan), tetapi semakin tinggi harapannya terhadap kompetensi dan
efektivitas kerja perusahaan.
4.
Komunikasi
eksternal. Komunikasi eksternal, misalnya iklan atau selebaran-selebaran
memegang peranan penting dalam membentuk harapan konsumen.
Expected service dibagi menjadi
dua, yaitu desired service dan adequate service. Desired service adalah
layanan yang seharusnya diterima pelanggan, sedangkan adequate service adalah
layanan minimum yang akan diterima pelanggan. Daerah antara desired service dan
adequate service disebut sebagai daerah toleransi (zone of tolerance).
Besarnya daerah toleransi ini berbeda pada setiap orang dan fluktuasinya lebih
dipengaruhi oleh tingkat adequate service-nya (Parasuraman, dkk., 1993).
Edvardson et.al.,
(1994) mendefinisikan kualitas jasa dengan membedakan antara kualitas konsumen
(apakah pelayanan jasa yang diberikan sesuai dengan yang dikehendaki
pelanggan), kualitas profesional (apakah pelayanan jasa memenuhi kebutuhan
konsumen seperti yang didiagnosa oleh para professional), dan kualitas
manajemen (apakah jasa yang diberikan tanpa pemborosan dan kesalahan, pada
harga rendah, dan memenuhi peraturan-peraturan resmi dan peraturan-peraturan lainnya).
Tinggi rendahnya suatu kualitas pelayanan tergantung pada bagaimana penerimaan
konsumen akan pelayanan nyata yang diperolehnya sehubungan dengan apa yang
mereka harapkan. Dengan kata lain kualitas pelayanan merupakan selisih antara
pengharapan konsumen atau keinginan mereka dengan persepsi mereka.
Collier (dalam
Gaspersz, 1997) mendefinisikan manajemen kualitas layanan sebagai suatu studi
tentang bagaimana bagian pemasaran dan operasional secara bersama melalui
teknologi dan orang mampu merencanakan, menciptakan, dan menyerahkan suatu
paket yang bermanfaat
bagi pelanggan dan
kaitannya dengan layanan mereka. Definisi ini mengindikasikan bahwa perhatian
utama manajemen kualitas layanan adalah kepuasan pelanggan. Menurut Collier ada
beberapa kriteria yang mencirikan layanan atau jasa sekaligus membedakannya
dari barang, yaitu:
1.
Layanan
merupakan output tak-berbentuk (intangible output).
2.
Layanan
merupakan output variabel, tidak terstandar.
3.
Layanan tidak
dapat disimpan dalam inventori, tetapi dapat dikonsumsi dalam produksi.
4.
Terdapat
hubungan langsung yang erat dengan pelanggan melalui proses layanan.
5.
Pelanggan
berpartisipasi dalam proses memberikan layanan.
6.
Ketrampilan
personel diserahkan atau diberikan secara langsung kepada pelanggan.
7.
Layanan tidak
dapat diproduksi secara masal.
8.
Membutuhkan
pertimbangan pribadi yang sangat tinggi dari individu yang memberikan
layanannya.
9.
Perusahaan
jasa umumnya bersifat padat karya.
10.
Fasilitas
layanan berada dekat lokasi pelanggan.
11.
Pengukuran
efektifitas layanan bersifat subyektif.
12.
Pengendalian
kualitas terutama dibatasi pada pengendalian proses.
Parasuraman,
(1990) mengidentifikasikan lima dimensi kualitas dalam
jasa pelayanan, yaitu:
1.
Tangibles, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, personilnya dan sarana komunikasi.
2.
Reliability, yaitu kemampuan untuk menghasilkan kinerja pelayanan yang dijanjikan
secara akurat dan pasti. Hal ini berarti bahwa pelayanan harus tepat waktu dan
dalam spesifikasi yang sama, tanpa kesalahan, kapanpun pelayanan tersebut
diberikan.
3.
Responsiveness, yaitu bisa menjawab kebutuhan atau bisa diartikan dengan kemauan untuk
menolong konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat
4.
Assurance, meliputi pengetahuan dan rasa hormat para karyawan dan kemampuan mereka
berarti adanya jaminan tentang kepastian pelayanan yang diberikan.
5.
Empathy, yaitu adanya penjiwaan dan perhatian secara pribadi terhadap konsumen.
Sedangkan Gronroos
(1984) memberikan enam dimensi penilaian
kualitas yang baik yaitu:
1.
Profesionalisme
dan keahlian (professionalism and skill). Konsumen menyadari bahwa
pemberi jasa, karyawan, sistem operasi dan sumber daya fisik mempunyai
pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah
mereka dengan cara yang profesional (kriteria yang berhubungan dengan hasil).
2.
Sikap dan
perilaku (attitude and behavoir). Konsumen merasa bahwa para karyawan
memperhatikan mereka dan berkepentingan dalam pemecahan masalah mereka dengan
cara spontan dan akrab (kriteria yang berhubungan dengan proses).
Gronroos dalam baker dan Lamb (1993)
berpendapat bahwa kualitas pelayanan seperti yang dirasakan oleh para pelanggan
mempunyai dua dimensi. Pertama adalah dimensi proses, yakni mengenai cara
pelanggan menerima jasa dari perusahaan, dalam hal ini menyangkut apa yang
terjadi pada interaksi pembeli-penjual. Kedua dimensi hasil, yaitu mengenai
hasil transaksi jasa, menyangkut apa yang pembeli rasakan dalam interaksinya dengan
pihak perusahaan pemberi jasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar